- Sejarah Musik Pop Sejak 1920
- Pertama kali berkembang di Amerika Serikat tahun 1920 dengan rekaman pertama kali dibuat berdasarkan penemuan Thomas Edison.
- Setelah
Perang Dunia I berakhir (1918), amaka musik di benua Amerika lahir yang
disebut dengan musik Populer. Musik ini terutama sebagai musik lantai
dansa yang pada waktu itu menjadi popular sekali dan digemari oleh
masyarakat seluruh dunia.
Sejarah Musik Pop Indonesia : Koes Ploes
Perjalanan karir
Kelompok ini dibentuk pada tahun 1969, sebagai kelanjutan dari kelompok “Koes Bersaudara”. Koes Bersaudara menjadi pelopor musik pop dan rock ‘n roll, bahkan pernah dipenjara karena musiknya yang dianggap mewakili aliran politik kapitalis. Di saat itu sedang garang-garangnya gerakan anti kapitalis di Indonesia.
Era Orde Lama
Pada Kamis 1 Juli 1965,
sepasukan tentara dari Komando Operasi Tertinggi (KOTI) menangkap kakak
beradik Tony, Yon, dan Yok Koeswoyo dan mengurung mereka di LP Glodok,
kemudian Nomo Koeswoyo atas kesadaran sendiri, datang menyusul. Adik
Alm Tony Koeswoyo itu rupanya memilih “mangan ora mangan kumpul”
ketimbang berpisah dari saudara-saudara tercinta. Adapun kesalahan
mereka adalah karena selalu memainkan lagu – lagu The Beatles
yang dianggap meracuni jiwa generasi muda saat itu. Sebuah tuduhan
tanpa dasar hukum dan cenderung mengada ada, mereka dianggap memainkan
musik “ngak ngek ngok” istilah Pemerintahan berkuasa saat itu, musik yg
cenderung imperialisme pro barat. Dari penjara justru menghasilkan
lagu-lagu yang sampai saat sekarang tetap menggetarkan, “Didalam Bui”,
“jadikan aku dombamu”, “to the so called the guilties”, dan “balada
kamar 15″. 29 September 1965, sehari sebelum meletus G 30 S-PKI, mereka dibebaskan tanpa alasan yang jelas.
Dari Koes Bersaudara menjadi Koes Plus
Dari
kelompok Koes Bersaudara ini lahir lagu-lagu yang sangat populer
seperti “Bis Sekolah”,“ Di Dalam Bui”, “Telaga Sunyi”, “Laguku Sendiri”
dan masih banyak lagi. Satu anggota Koes Bersaudara, Nomo Koeswoyo
keluar dan digantikan Murry sebagai drummer. Walaupun
penggantian ini awalnya menimbulkan masalah dalam diri salah satu
personalnya yakni Yok yang keberatan dengan orang luar. Nama Bersaudara
seterusnya diganti dengan Plus, artinya plus orang luar: Murry.
Sebenarnya
lagu-lagu Koes Bersaudara lebih bagus dari segi harmonisasi ( seperti
lagu “Telaga Sunyi”, “Dewi Rindu” atau “Bis Sekolah”) dibanding
lagu-lagu Koes Plus. Saat itu Nomo, selain bermusik juga mempunya
pekerjaan sampingan. Sementara Tonny menghendaki totalitas dalam
bermusik yang membuat Nomo harus memilih. Akhirnya Koes Bersaudara
harus berubah. Kelompok Koes Plus dimotori oleh almarhum Tonny Koeswoyo
(anggota tertua dari keluarga Koeswoyo). Koes Plus dan Koes Bersaudara
harus dicatat sebagai pelopor musik pop di Indonesia. Sulit dibayangkan
sejarah musik pop kita tanpa kehadiran Koes Bersaudara dan Koes Plus.
Tradisi
membawakan lagu ciptaan sendiri adalah tradisi yang diciptakan Koes
Bersaudara. Kemudian tradisi ini dilanjutkan Koes Plus dengan album serial volume 1, 2 dan seterusnya. Begitu dibentuk, Koes Plus tidak langsung mendapat simpati dari pecinta musik Indonesia. Piringan hitam album pertamanya sempat ditolak beberapa toko kaset. Mereka bahkan mentertawakan lagu “Kelelawar” yang sebenarnya asyik itu.
Kemudian Murry sempat ngambek dan pergi ke Jember sambil membagi-bagikan piringan hitam albumnya secara gratis pada teman-temannya. Dia bekerja di pabrik gula sekalian main band bersama Gombloh lewat group Lemon Trees. Tonny yang kemudian menyusul Murry untuk diajak kembali ke Jakarta. Baru setelah lagu “Kelelawar” diputar di RRI
orang lalu mencari-cari album pertama Koes Plus. Beberapa waktu
kemudian lewat lagu-lagunya “Derita”, “Kembali ke Jakarta”, “Malam
Ini”, “Bunga di Tepi Jalan” hingga lagu “Cinta Buta”, Koes Plus
mendominasi musik Indonesia waktu itu.
Kiblat Musik Pop Indonesia
Dengan adanya tuntutan dari produser perusahaan rekaman maka group-group lain yang “seangkatan” seperti Favourites, Panbers, Mercy’s, D’Lloyd
menjadikan Koes Plus sebagai “kiblat”, sehingga group-group ini selalu
meniru apa yang dilakukan Koes Plus, pembuatan album di luar pop
Indonesia, seperti pop melayu dan pop jawa menjadi trend group-group lain setelah Koes Plus mengawalinya.
“Seandainya kelompok ini lahir di Inggris atau AS bukan tidak mungkin akan menggeser popularitas Beatles”
“Lagu Nusantara I” (Volume 5), “Oh Kasihku” (Volume 6), “Mari-Mari” (Volume 7), “Diana” dan “Kolam Susu” ( Volume
merajai musik pop waktu itu. Puncak kejayaan Koes Plus terjadi ketika
mereka mengeluarkan album Volume 9 dengan lagu yang sangat terkenal
“Muda-Mudi” (yang diciptakan Koeswoyo, bapak dari Tonny, Yon dan Yok).
Disusul lagu “Bujangan” dan “Kapan-Kapan” dari volume 10. Masih
berlanjut dengan lagu “Nusantara V” dari album Volume 11 dan “Cinta
Buta” dari album Volume 12.
Bersamaan dengan itu Koes Plus juga mengeluarkan album pop Jawa dengan lagu yang dikenal dari tukang becak,
ibu-ibu rumah tangga, hinga anak-anak muda, yaitu “Tul Jaenak” dan “Ojo
Nelongso”. Belum lagi lagu mereka yang berirama melayu seperti
“Mengapa”, “Cinta Mulia” dan lagu keroncongnya yang berjudul “Penyanyi
Tua”. Sayang sekali di setiap album yang mereka keluarkan tidak ada
dokumentasi bulan dan tahun, sehingga susah melacak album tertentu
dikeluarkan tahun
berapa. Bahkan tidak ada juga kata-kata pengantar lainnya. Album mereka
baru direkam secara teratur mulai volume VIII setelah ditandatangani
kontrak dengan Remaco. Sebelumnya perusahaan yang merekam album-album mereka adalah “Dimita”.
Pada tahun 1972-1976 udara Indonesia benar-benar dipenuhi oleh lagu-lagu Koes Plus. Baik radio
atau orang pesta selalu mengumandangkan lagu Koes Plus. Barangkali
tidak ada orang-orang Indonesia yang waktu itu masih berusia remaja
yang tidak mengenal Koes Plus. Kapan Koes Plus mengeluarkan album baru
selalu ditunggu-tunggu pecinta Koes Plus dan masyarakat umum.
Tahun 1972 Koes Plus sempat menjadi band terbaik dalam Jambore Band di Senayan. Semua peserta menyanyikan lagu Barat berbahasa Inggris. Hanya Koes Plus yang berani tampil beda dengan menyanyikan lagu “Derita” dan “Manis dan Sayang”.
Rekor Album
Dari informasi yang dikirim seorang penggemar Koes Plus, ternyata prestasi Koes Plus memang luar biasa. Pada tahun 1974 Koes Plus mengeluarkan 22 album, yaitu terdiri dari album lagu-lagu baru dan album-album “the best” termasuk album-album instrumentalia,
yang dibuat dari instrument asli Koes Plus atau rekaman “master” yang
kemudian diisi oleh permainan saxophone Albert Sumlang, seorang pemain
dari group the Mercy’s. Jadi rata-rata mereka mengeluarkan 2 album
dalam satu bulan. Tahun 1975 ada 6 album. Kemudian tahun 1976 mereka
mengeluarkan 10 album. Mungkin rekor ini pantas dicatat di dalam Guinness Book of Record.
Dan hebatnya, lagu-lagu mereka bukan lagu ‘asal jadi’, tetapi memang
hampir semua enak didengar. Bukti ini merupakan jawaban yang mujarab
karena banyak yang mengkritik lagu-lagu Koes Plus cuma mengandalkan
“tiga jurus”: kunci C-F-G.
Karena
banyak jasanya dalam pengembangan musik, masyarakat memberikan tanda
penghargaan terhadap prestasinya menjadi kelompok legendaris dengan
diberikannya tanda penghargaan melalui “Legend Basf Award, tahun 1992.Prestasi
yang dimiliki disamping masa pengabdiannya dibidang seni cukup lama,
produk hasil ciptaan lagunya pun juga memadai karena sejak tahun 1960
sampai sekarang berhasil menciptakan 953 lagu yang terhimpun dalam 89
album. Prestasi hasil ciptaan lagu untuk periode kelompok Koes
Bersaudara sebanyak 203 lagu (dalam 17 album),sedang untuk periode
kelompok Koes Plus sebanyak 750 lagu dalam 72 album (Kompas,13 September 2001).
Salah
satu anggota Koes Plus mengatakan bahwa mereka dibayar sangat mahal
pada masa jayanya. Yon mengungkapkan bahwa pada tahun 1975 mereka
manggung di Semarang. “Waktu itu pada tahun 1975, kami telah dibayar Rp 3 juta saat pentas di Semarang,” kenang dia. Padahal, saat itu harga sebuah mobil Corona tahun 1975 kira-kira Rp 3,750 juta. Bila dikurs saat ini bayaran tersebut kurang lebih sama dengan Rp 150 juta.(Suara Merdeka, 4 Mei 2001)
Waktu
itu, Rp 3,5 juta sangat tinggi, mengingat mobil sedan baru Rp 3 juta.
Jika dikurskan dengan nilai uang sekarang, jumlah itu sama dengan Rp
200 juta sampai Rp 300 juta. Jumlah penonton melimpah ruah tidak
seperti sekarang, kenang Yon. (Suara Merdeka, 23 Oktober 2001).
Setelah itu popularitas Koes Plus mulai redup. Mungkin karena generasi sudah berganti dan selera musiknya berubah. Koes Plus vakum
sementara dan Nomo masuk lagi menggantikan Murry, sekitar akhir
1976-an. Koes Bersaudara terbentuk lagi dan langsung ngetop dengan
lagunya “Kembali” yang keluar tahun 1977. Murry bersama groupnya Murry’s Group juga cukup menggebrak dengan lagunya “Mamiku-papiku”. Tidak bertahan lama tahun 1978
kembali terbentuk Koes Plus. Lagu barunya, “Pilih Satu” juga langsung
populer. Setelah itu keluar lagu “Cinta”, dengan aransemen orchestra,
yang benar-benar berbeda dengan lagu Koes Plus yang lain. Kemudian
populer juga album melayu mereka yang memuat lagu “Cubit-Cubitan” dan
“Panah Asmara”. Tetapi Koes Plus generasi ini tidak lagi sepopuler
sebelumnya. Walaupun, kalau disimak lagu-lagu yang lahir setelah 1978,
masih banyak lagu mereka yang bagus.
Nasib
Koes Plus kini sangat tragis. Seperti kata Yon suatu ketika bahwa Koes
Plus hanya besar namanya tetapi tidak punya apa-apa. Ucapan ini memang
pas untuk mewakili keadaan personel Koes Plus. Mereka tidak mendapatkan
uang dari
hasil penjualan kaset yang berisi lagu-lagu lama mereka. Tidak seperti
para penyanyi/pemusik masa kini yang gaya hidupnya “wah” karena dari
segi finansial pendapatannya sebagai penyanyi/pemusik cukup terjamin.
Begitu juga bekas group-group tersohor seperti Beatles, atau Led Zeppelin, mereka hidup dengan enak hanya dari royalti kaset/VCD/CD/DVD
yang mereka hasilkan. Sampai anak-anak dan istri mereka pun menikmati
kelimpahan finansial ini. Koes Plus hanya dibayar sekali untuk setiap
album yang dihasilkan. Tidak ada royalti, tidak ada tambahan fee untuk setiap CD/kaset yang terjual.